HUB ARTIKEL ILMIAH I JOURNAL I PROSIDING I NASIONAL I INTERNASIONAL

Senin, 05 September 2022

Ethnobotany study of invasive alien plant species 'Passiflora edulis' and its economic role for the local community of Sarongge Village, Cianjur Regency, West Java

 MARWAN SETIAWAN, MULYATI RAHAYU, SITI SUSIARTI

Abstract. Setiawan M, Rahayu M, Susiarti S. 2020. Ethnobotany study of invasive alien plant species Passiflora edulis and its economic role for the local community of Sarongge Village, Cianjur Regency, West Java. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 6527-531. Passiflora edulis is an invasive alien plant species whose distribution in Indonesia is found in Java, Sumatra, and Sulawesi. In the area of Mount Gede Pangrango National Park. This species is easy and fast to breed, so it often damages or changes the location it inhabits. The "konyal" ethnobotany research in Sarongge village, Cianjur, West Java was carried out to reveal the utilization, socio-economic role, and interaction of the inhabitants of the community around the forest area. Research using ethnobotany method. The results obtained using of konyal fruit as medicine, alternative food, and mixtures for animal feed. Its socio-economic role supports the life of the community around the area, and the interaction of the inhabitants of the area helps to protect the conservation area while utilizing it.



DOWNLOAD FILE

Share:

Study of ethnobotany utilization of medicinal plants in Cintakarya Village, Pangandaran District, West Java

 SINTIAMI RAMADHANIJOHAN ISKANDAR, TEGUH HUSODO

Abstract: Indonesia is known as a source of raw materials for tropical medicines which can be used to treat various diseases. Knowledge and utilization of plants as medicines also took place thousands of years ago, but these conditions have now begun to fade. Study of ethnobotany is a tool to explore and document community knowledge about medicinal plants. This research was conducted to obtain information about the types of medicinal plants and their use by the people of Cintakarya Village, Pangandaran District, West Java by using a qualitative analytical method. Determination of informants was determined using snowball sampling techniques. From the results of interviews, there are 17 common diseases. In addition, there are types 35 of medicinal plants that are used by the people of Cintakarya Village. The plant consists of insulin (Tithonia diversifolia) for diabetes medicine, soursop leaves (Annona muricata) for high blood pressure, castor leaves (Jatropha curcas) for diarrhea and others. These plants are dominantly obtained from the yard and there are some from the garden and forest. The most commonly used part is the leaf organ. And the most frequently used method of processing medicinal plants is boiling and brewing.



Share:

The application of ethnobiology data as a vehicle that supports the management of food material biodiversity that is sustainable

 YOHANES PURWANTO

Abstract. Purwanto Y. 2020. The application of ethnobiology data as a vehicle that supports the management of food material biodiversity that is sustainable. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 6: 633-646. The development of ethnobiology studies is currently very rapid with a discussion of multidisciplinary, interdisciplinary and transdisciplinary whose scope of study is very broad covering socio-cultural, socioeconomic and broad aspects of biology. Ethnobiology data becomes very important role in supporting the management of biodiversity that is more valuable, namely economic, ecological, ethical and intrinsic values for people’s lives, especially for the fulfillment of their needs and sustainability. In general, each community group or ethnic group has local knowledge, local wisdom and local genius in managing biodiversity in the area under its control. Ethnobiology study is the only field of study that can be used as a vehicle to express local knowledge, local wisdom and local genius of the community in managing biodiversity in a sustainable manner. This paper reveals the role of ethnobiological data on the role of local knowledge/wisdom/genius in order to support the management and development of biodiversity, especially the development of biological resources for food. The latest appeal and strategies for developing ethnobiological data in the management and development of biodiversity by the community were also revealed.




DOWNLOAD FILE

Share:

Minggu, 04 September 2022

Ragam Bambu dan Kayu Kentongan: Sebuah Kajian Etnobotani di Jawa, Bali, dan Lombok

 Sinta 2, Penulis: Emma Sri Kuncari, Marwan Setiawan

Abstrak : Kentongan dikenal sebagai salah satu alat komunikasi tradisional yang memanfaatkan bambu dan kayu. Sebagian masyarakat Indonesia masih mengenal dan menggunakan kentongan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi seperti saat ini. Studi etnobotani dilakukan untuk mengkaji lebih mendalam tentang kearifan lokal masyarakat mengenai kentongan. Metode yang digunakan berupa observasi di beberapa wilayah di Indonesia dan wawancara secara acak terpilih. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian diperoleh data keanekaragaman jenis bambu dan kayu kentongan yaitu bambu ori (Bambusa blumeana Schult.f.), bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult.) Backer), bambu apus (Gigantochloa apus (Schult.) Kurz), bambu wulung (G. atroviolacea Widjaja), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.), kayu jati (Tectona grandis L.f.), kayu kelapa (Cocos nucifera L.), kayu mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.), dan kayu sengon (Albizia chinensis (Osbeck) Merr.). Ukuran dan bentuk fisik kentongan bervariasi. Nilai-nilai sosial dan religius kentongan sejalan dengan perkembangan zaman, serta penyelamatan nilai budaya dan konservasi keanekaragaman hayati bahan baku kentongan agar tidak terkikis perubahan zaman. Dengan demikian, masyarakat masih menggunakan kentongan secara lestari untuk mengatur pola hidup kebersamaan dalam masyarakat.



DOWNLOAD FILE

Share:

Etnobotani Rotan Jernang (Calamus spp.) Pada Masyarakat Sarolangun, Jambi

Sinta 2, Penulis: Revis Asra, Dyan Andryani, Ade Adriadi, Izu Andry Fijridiyanto, Joko RidhoWitono, Oliver Gailing

Abstrak : Rotan jernang (Calamus spp.) merupakan salah satu sumber penghasilan yang penting bagi masyarakat Desa Seko Besar dan Taman Bandung yang bermukim di dekat hutan alam di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Kulit buah jernang mengandung resin merah yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena bermanfaat sebagai bahan baku obat dan pewarna alami. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi jenis-jenis jernang di daerah tersebut, mengkaji perbedaan dari setiap jenis, mengetahui pemanfaatan, cara pengolahan resin jernang secara tradisional, upaya pelestarian dan mengetahui nilai guna dan nilai budaya. Metode yang digunakan adalah wawancara langsung berdasarkan kriteria tertentu (snowball sampling) terhadap 40 responden, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Nilai guna dihitung dengan menggunakan Use Value (UV) dan nilai nilai budaya dihitung dengan menggunakan Index of Cultural Significance (ICS). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan empat jenis-jenis jernang di Desa Seko Besar dan Taman Bandung yaitu Calamus draco Willd. (jernang rambai), C. micracanthus Griff. (jernang kelamuai), C. maculatus (J.Dransf.) W.J.Baker (jernang bengkarung), dan C. didymophyllus (Becc.) Ridl. (jernang burung). Pemanfaatan jernang secara tradisional oleh masyarakat yaitu sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit dan bahan kerajinan tangan. Upaya pelestarian dan budidaya yang oleh masyarakat yaitu dengan menanam jernang pada kebun karet di sekitar pekarangan rumah dan pemanenan buah yang tidak merusak tanaman induknya. Nilai UV tertinggi terdapat pada jenis C. draco dan C. micracanthus yaitu 1,00 dan terendah C. maculatus yaitu 0,85. Nilai ICS rotan jernang C. draco dan C. micracanthus yaitu 18, sedangkan C. didymophyllus dan C. maculatus yaitu 2,5.



DOWNLOAD FILE

Share:

Etnobotani Suku Mian Sea-Sea di Pulau Peling, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah

 Sinta 2, Penulis: Rezki Amalia, Tatik Chikmawati, Yohanes Purwanto, Nina Ratna Djuita

Abstrak: Suku  Mian  Sea-Sea  berada  di  Pulau  Peling,  Kabupaten  Banggai  Kepulauan,  Sulawesi Tengah. Mereka meneruskan sejarah dan budaya, hanya dalam bentuk lisan dari generasi ke generasi, sehingga  informasi  mengenai  kehidupan  suku  ini,  khususnya  pada  pemanfaatan  tumbuhan dalam kehidupan  sehari-hari  belum  banyak  diketahui  secara  ilmiah.  Penelitian  ini  bertujuan untuk menggali  dan  mendokumentasikan  pengetahuan  dan  kearifan  tradisional  masyarakat Suku   Mian  Sea-Sea   dalam   memanfaatkan   dan   mengelola   sumber   daya   tumbuhan;   (2) mengungkapkan dan menganalisis pengetahuan dan kearifan tradisional masyarakat Suku Mian Sea-Sea  dalam memanfaatkan  dan  mengelola  berbagai  satuan  lingkungan;  (3)  menggali permasalahan  dan tantangan  yang  dihadapi  dalam  pengelolaan  sumber  daya  hayatidan lingkungan  yang  dilakukan masyarakat;  dan  (4)  memberikan  solusi  dari  permasalahan  dan peluang  pengembangan  sumber daya  tumbuhan  dan  lingkungannya.  Lokasi  penelitian  di dua desa yaitu Desa Osan, Kecamatan Bulagi Selatan dan Desa Buko, Kecamatan Buko Selatan. Data dikumpulkan   melalui   wawancara,  observasi,   dan   identifikasi   spesimen   herbarium.   Data disajikan  dalam  bentuk  diagram  dan tabel,  selanjutnya,dianalisis  secara  deskriptif  dan perhitungan nilai Index of Cultural Significance. Hasil penelitian menunjukkan Suku Mian Sea-Sea mengenal enam kategori satuan lingkungan, yaitu lipu, basalean, asi, balembean, laing, dan babono. Suku Mian Sea-Sea mengenal 142 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan kedalam sepuluh kategori.  Pemanfaatan  jenis tumbuhan  tertinggi  digunakan sebagai  bahan  pangan  tambahan yaitu 62 jenis. Nilai ICS tertinggi dijumpai pada Waliya'(Xanthosoma sagittifolium).



DOWNLOAD FILE

Share:

Sabtu, 03 September 2022

Kajian Etnokuliner Tradisional Lingga Sebagai Penopang Pengembangan Pariwisata

Sinta 2, Penulis: Risna Bidiarti, Syafroni Pranata, Fitmawati 

Abstrak: Masakan tradisional Lingga merupakan masakan khas melayu nusantara yang masih dipertahankan sampai sekarang, dan identik dengan wisata Lingga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan dan pemanfaatan lokalnya pada etnokuliner Lingga, dan didukung dengan analisis metabolit sekunder sebagai penunjang pengembangan wisata Lingga. Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2019 hingga Februari 2020. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada informan. Selanjutnya dilakukan identifikasi, pengujian senyawa metabolit sekunder, dan analisis data. Hasil penelitian didapatkan 35 varian makanan tradisional Lingga yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan utama dalam masakan yaitu 16 famili dan 31 jenis. Makanan tersebut terdiri atas tiga kelompok yang terbagi menjadi tujuh makanan yaitu kue kering, kue basah, makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur, dan makanan khas hari besar Islam. Masakan tradisional Lingga ini banyak menggunakan bagian tumbuhan seperti daun, batang, dan umbi. Famili tumbuhan yang sering digunakan dalam masakan tradisional Lingga adalah Arecaceae, Lamiaceae, Euphorbiaceae, dan Zingiberaceae. Famili tersebut memiliki khasiat obat dan digunakan dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat Lingga. Hasil uji metabolit sekunder menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, terpenoid, dan tanin di dalam tumbuhan yang digunakan dalam masakan.



DOWNLOAD FILE


 

Share:

Entri yang Diunggulkan

Local Ethnic Malay Community Knowledge in Traditional Medicine Utilization and its Conservation Strategy in East Belitung Regency, Indonesia

  Henri and Erika Erpandi Abstract:  Belitung Malay is the largest ethnic group in the East Belitung Regency which is rich in biodiversity. ...