HUB ARTIKEL ILMIAH I JOURNAL I PROSIDING I NASIONAL I INTERNASIONAL

Selasa, 10 November 2020

Tanaman Pekarangan dan Ketahanan Pangan pada Masyarakat Sumba Timur

  Mohammad Fathi Royyani, Oscar Efendy, Ida Farida Hasanah, Resti Rambu Ana, 
Rimba Bintoro 

ABSTRAK. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran tumbuhan pekarangan rumah sebagai strategi ketahanan pangan masyarakat  Sumba  Timur.  Argumentasi  utama  pada  artikel  ini  adalah  strategi  dan  adaptasi  dari  orang  lokal untuk bertahan hidup di pulau yang terbatas sumberdaya alam dengan memanfaatkan secara optimal tumbuhan dan tanah yang dimilikinya. Pekarangan rumah dioptimalkan fungsinya oleh masyarakat untuk bertahan hidup melalui penanaman tumbuhan  yang berguna sebagai bagian penting dari cara bertahan hidup. Untuk mengkaji permasalahan  tersebut  digunakan  teknik  wawancara  sebagai  cara  untuk  pengumpulan  data.  Ada  dua  cara wawancara  yang  digunakan,  yaitu  secara  open-ended  dan  indepth  interview.  Open-ended  digunakan  untuk menggali informasi nama lokal dan kegunaan suatu tumbuhan. Sedangkan indepth interview digunakan untuk menggali nilai-nilai kultural dari tumbuhan yang digunakan. Dalam wawancara, dilakukan klasifikasi informan, yakni  informan  kunci  (key  informan)  dan  informan  biasa  (ordenary informan).  informan  kunci  adalah  tokoh- tokoh masyarakat, dukun, tokoh agama sedangkan informan biasa adalah  warga Desa Wanggameti. Dari data yang  dikumpulkan,  diketahui  bahwa  masyarakat  secara  umum  menanam  jenis-jenis  tertentu  yang  bisa dimanfaatkan  secara  harian  dan  musiman.  Tumbuhan  yang  dimanfaatkan  untuk  memenuhi  kebutuhan  harian adalah berupa sayur-sayuran sedangkan yang musiman adalah buah-buahan. 

 Kata Kunci: Etnobotani, Sumba Timur, pekarangan, tanaman 

Note: EB-1

DOWNLOAD FULL TEXT
Share:

Minggu, 08 November 2020

PERANAN ZAT PEREKAT PADA PEMBUATAN BIOBRIKET DALAM ASPEK NILAI KALOR

 Otong Nurhilal*1, Sri Suryaningsih2, Lisa Putri Kusuma 1,2,3,4,5
Departemen Fisika
Jl. Raya Jatinangor KM. 21 Sumedang 
e-mail: *
1
otong.nurhilal@phys.unpad.ac.id 

Share:

ISOLASI, IDENTIFIKASI, SERTA SELEKSIMIKROBA YANG BERPOTENSI SEBAGAI DEKOLORISATOR ZAT WARNA BLUE DAN RED REMAZOL DARI SAMPEL TANAH ASAL TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

 1 Ina Darliana, 2 Muhammad Iqbal Saputra 
 
Universitas Bandung Raya, Jl. Cikutra No. 48 Bandung 
Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor
Email: 1inadarliana@ymail.com, 4742iqbalsaputra888@gmail.com 

Abstrak. Penggunaan zat warna dewasa ini meningkat, sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya pada bahan tekstil. Zat warna yang sering dipakai oleh industri tekstil adalah Blue dan Red Remazol yangtermasuk dalam kelompok zat warna azo (Azo Dyes). Dengan mengisolasi mikroba dari tanah asal Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), akan didapatkan mikroba yang berpotensi menjadi dekolorisator zat warna Blue dan Red Remazol. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode diantaranya Metode Total Plate Count (TPC) untuk mengisolasi bakteri dan mikrofungi. Metode titik untuk pemurnian isolat mikrofungi dan agar miring untuk pemurnian isolat bakteri dengan melihat karakter makroskopis dan mikroskopisnya. Metode Moist Chamber untuk identifikasi genus mikrofungi menggunakan buku acuan An Introduction to Food Borne Fungi serta pewarnaan gram, uji katalase dan oksidase untuk menentukan genus bakteri berdasarkan buku identifikasi bakteri Bergey’s manual. Metode titik digunakan untuk seleksimikrofungi dan metode gores (streak) untuk bakteri yang dilakukan dalam 3 variasi konsentrasi yaitu 1%, 0,5%, 0,05% dan 2 macam zat warna pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) dan NA (Nutrient Agar). Terdapat 10 isolat bakteri yang seluruhnya termasuk kedalam genus Bacillus (Bacillus sp1., Bacillus sp2., Bacillus sp3., Bacillus sp4., Bacillus sp5., Bacillus sp6., Bacillus sp7., Bacillus sp8.,Bacillus sp9., Bacillus sp10.)dan 5 isolat mikrofungi (Aspergillus sp1., Aspergillus sp2., Penicillium sp., Aspergillus sp3., Monilia sp.). Seluruh isolat mikroba berpotensi sebagai dekolorisator karena dapat tumbuh dan membentuk zona bening pada medium. 

Kata kunci: Mikroba, Dekolorisator, Remazol 

Note: MK-1
Share:

KAJIAN PENGARUH AUKSIN YANG TERKANDUNG DI DALAM EKSTRAK BAWANG MERAH TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TAHUNAN

 Lia Sugiarti 
 
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Winaya Mukti, Bandung 
email : liasugiarti82@gmail.com


Abstrak. Tanaman tahunan yang diperbanyak dengan biji (generatif) biasanya memerlukan waktu yang lama untuk bisa berproduksi (menghasilkan).  Teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif terutama stek merupakan salah satu cara yang efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan benih tanaman tahunan dalam skala besar dalam waktu yang cepat dan mudah. Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) organik dari ekstrak bawang merah (Allium cepa L) sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan stek tanaman tahunan sebab banyak mengandung auksin dan senyawa allicin.  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak bawang merah (Allium cepa L) sebagai zpt organik terhadap pertumbuhan berbagai macam tanaman tahunan. Aplikasi zpt organik pada konsentrasi dan waktu perendaman yang tepat akan berpengaruh pada hasil pertumbuhan dan persentase hidup stek pada semua perlakuan tersebut.  Ekstrak bawang merah (Allium cepa L) mampu meningkatkan persentase hidup stek, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang daun, panjang akar, dan jumlah akar secara signifikan. 

Kata Kunci : Zat pengatur tumbuh organik, bawang merah (Allium cepa L), stek, tanaman tahunan 

Note: FT-1
Share:

KOMPONEN SENYAWA BIOAKTIF FRAKSI KLOROFORM DAN PROTEIN SPONS TERHADAP BAKTERI PATOGEN DARI UNGGAS

 Asri Saleh 

Universitas Islam Negri Alauddin  Makassar Jurusan Kimia UIN ALAUDDIN
email : sdarmawansyih@yahoo.com 

Abstrak. Dengan berkembangnya penelitian senyawa antibakteri baru, kebutuhan akan metode pendeteksian yang cepat dan efisien merupakan aspek yang sangat penting dalam proses penemuan senyawa aktif. Pemurnian protein dengan metode fraksinasi amonium sulfat diikuti dengan proses dialisis memberikan hasil bahwa semua fraksi amonium sulfat mengandung protein bioaktif dimana zona hambatan tertinggi ditemukan pada spesies spons  Clathria reinwardhtii ( 20- 40  %) pada Eschenichia coli, dan (60 – 80 %) terhadap Staphylococcus aerus. Pengujian daya hambat pada beberapa variasi jumlah protein bioaktif yang paling tinggi zona hambatannya menunjukkan aktivitas maksimum pada 4000 µg/mL. Fraksi protein tersebut mempunyai aktivitas paling potensial sebagai antibakteri. Sementara struktur senyawa  berdasarkan data fisik, spektrum IR dan NMR. Tiga senyawa yang diperoleh diduga sebagai senyawa : (1) golongan steroid, (2) golongan triterpenoid . Senyawa golongan (1) menunjukkan zona hambatan yang  tinggi terhadap bakteri patogen dari unggas dengan nilai  9,85 mm   senyawa  (2) menunjukkan zona hambatan tinggi terhadap bakteri patogen dari unggas  dengan nilai  10,3  mm. 
 
 Kata kunci:  Spons,  Fraksi kloroform, dan Protein, Zona hambatan

Note: FH-1

Share:

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN DI PERAIRAN TAWAR DAN LAUT

Y. Dhahiyat*94, B. Brilliantsyah, Rachmadi, A.H., Perdana, B.T. 

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 
e-mail: *ydhahiyat@yahoo.com 

Abstrak. Logam berat terdapat pada perairan tawar dan laut, berupa kondisi air, sediment dan organisme yang terutama Hg, Cd, Pb dan Zn. Berbagai jenis Ar ar, Mujair, Sepat, Gabus dan Sapu sapu di Sungai Citarum bagian hulu, juga ikan Mas, Patin, Nila dan Oscar di Waduk Jatiluhur. Demikian juga penelitian logam berat di kerang hijau (Perna viridis L) di perairan laut Bondet, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon dan beberapa lokasi teluk Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengambil sampel pada setiap lokasi, dipreparasi kemudian dianalisis kadar logamnya menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometry. Data diolah secara deskriptif dengan membandingkan baku mutu lingkungan mengacu pada KepMenLH No 51/2004 dan SNI 738-2009. Kondisi ikan-ikan pada S. Citarum bagian hulu telah tercemar oleh logam berat Cd berkisar antara 129-215 ppb, baku mutu sebesar 100 ppb dan ikan sapu-sapu sangat tercemar oleh Pb sebesar 20000 ppb, pada baku mutu 300 ppb. Demikian juga konsentrasi Pb di sedimen laut Bontet, melampaui baku mutu ai laut bagi biota laut Pb 0,008 ppm. Konsentrasi Pb, pada stasiun 1,2, dan 3 berkisar 5,95-7,03 ppm, konsentrasi Cd masih rendah yaitu 0,07-0,09 ppm. Kandungan Pb dan Cd pada kerang kecil berkisar 4,3-4,6 ppm, baku mutu 1,5 ppm, sedangkan Cd masih rendah yaitu 0,070,12 ppm, yaitu konsentrasi Pb pada kerang besar yaitu 4,23-4,54 ppm, konsentrasi Cd masih rendah yaitu 0,05-0,06 ppm. Pengamatan kadar logam berat Hg, Pb, Cd, Cu dan Ni di perairan pantai Ancol 1,2, Cilincing dan muara Sungai Dadap belum berbahaya bagi kehidupan ikan, sedangkan pada Ancol 3, konsentrasi Hg, Pb dan Cd lebih tinggi dari Nilai Ambang Batas biota laut (KMNLH, 2004).

Kata kunci : Bioakumulasi, logam berat, ikan, tawar dan laut 

Note: EK-1
Share:

Sabtu, 07 November 2020

SUMBER DAYA HAYATI TANAMAN PANGAN DI SUMBA TIMUR

 Dwi Setyo Rini1 dan Ridwan2

 Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI. Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911. 
Telp. (+62 21) 87907636 – 87907604, Fax. 87907612 
e-mail : 1dw.setyo19@gmail.com, 2.  ridwan6words@gmail.com 

Abstrak. Pulau Sumba diketahui beriklim kering yang tentunya berpengaruh terhadap jenis dan pertumbuhan tanaman sehingga mempengaruhi pola dan jenis tanaman yang dikonsumsi. Eksplorasi sumber daya hayati tanaman pangan lokal di Sumba Timur dilakukan untuk mengkoleksi jenis-jenis tanaman pangan yang tumbuh dan dikomsumsi oleh masyarakat setempat. Kegiatan ini dilakukan di beberapa enklave dan desa yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, Sumba Timur.  Lokasi koleksi tanaman pangan ini berada pada ketinggian antara 50 – 910 mdpl. Hasil  koleksi tanaman pangan lokal ini dapat dikelompokkan  ke dalam jenis serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Tanaman pangan lokal jenis serealia selain padi dan jagung adalah jewawut, sorgum, dan hanjeli yang dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat. Selain serealia, masyarakat lokal di Sumba Timur juga mengkonsumsi umbi-umbian seperti uwi, ganyong, dan garut. Jenis kacangkacangan seperti kacang tanah, kacang beras dan kacang komak dapat menjadi sumber protein. Tanaman pangan ini selain dapat digunakan untuk meningkatkan status gizi masyarakat di Sumba Timur juga dapat digunakan untuk diversifikasi pangan dalam upaya mendukung program ketahanan pangan nasional. 

Kata kunci : Sumber daya hayati, Tanaman pangan, Sumba Timur, Diversifikasi pangan

Note: BS-2

Share:

PENGARUH GENOTIP TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI HIJAUAN PAKAN TERHADAP SERAPAN NITROGEN, FOSFOR DAN KALSIUM

Nyimas Popi Indriani, Yuyun Yuwariah, Dedi Ruswandi, Anne Nuraeni, 
Sudrajat, Hepi Hapsari, Kadapi Muhamad.

Fakultas Pertanian UNPAD email: nyimas.popi@unpad.ac.id, yuyun_yuwariahas@unpad.ac.id, 7.
dediruswandi2000@yahoo.com, nuraini_yunandar@yahoo.com, hepihapsari14@gmail.com dan kadapi@unpad.ac.id  

Abstrak. Upaya untuk meningkatkan produktivitas hijauan pakan jagung yang adaptif pada kondisi lingkungan tertentu dapat mengembangkan varietas unggul.Unsur hara makro diantaranya Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalsium (Ca) dibutuhkan tanaman jagung dalam jumlah besar.Unsur N diserap tanaman jagung dalam bentuk nitrat dan amonium, unsur hara P dalam bentuk ortofosfat primer dan Ca dalam bentuk Ca2+. Penelitian Pengaruh berbagai genotip tanaman jagung sebagai hijauan pakan terhadap serapan N,P dan Ca dilaksanakan pada Bulan Oktober  2015 sampai Januari 2016 yang berlokasi di desa Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan membandingkan potensi dari berbagai macam genotip tanaman jagung sebagai hijauan pakan terhadap serapan N, P dan Ca.  Tanaman jagung ditanam secara tunggal dengan jarak tanam 75 x 25 cm. Genotip sebagai perlakuan sebanyak 23 tanaman jagung  dan ulangan sebanyak 2 kali. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan rancangan Acak Lengkap (RAL). Data diuji dengan analisis sidik ragam dan menggunakan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai macam genotip tanaman jagung memberikan hasil yang sama terhadap serapan Nitrogen, Fosfor dan Kalsium. 

Kata kunci : Tanaman Jagung, Hijauan Pakan, Genotip, Nitrogen, Fosfor, Kalsium 

Note: GBM-6
Share:

KARAKTERISTIK FENOTIPIK DAN SISTEM PRODUKSI SAPI PASUNDAN SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN PROGRAM PEMULIAAN PETERNAKAN RAKYAT DI JAWA BARAT

Dudi*1, dan Dedi Rahmat 
Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung 40132 
e-mail: *dudi@unpad.ac.id  

Abstrak. Sapi Pasundan  di Jawa Barat merupakan salah satu sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia.  Perannya sebagai sumber pangan hewani cukup strategis, namun sampai saat ini belum tersedia program pemuliaanya yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman fenotipe, mempelajari pengetahuan, motivasi dan partisipasi peternak dalam kegiatan pemuliaan Sapi Pasundan, dan menyusun pola pemuliaan pada peternakan rakyat di Jawa Barat.  Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Penentuan sampel berdasarkan purposive sampling,  dilakukan di Kabupaten Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya dan Garut. Data primer diperoleh melalui pegukuran langsung dan wawancara menggnakan kuisioner. Objek penelitian yang digunakan adalah peternak dan sapi Pasundan. Analisis data sifat kualitatif menggunakan frekuensi relatif, sedangkan ukuran-ukuran tubuh dianalisis menggunakan prosedur statistika deskriptif. Penentuan program pemuliaan sapi Pasundan menggunakan proses analisis hirarki (PAH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan ukuran tubuh  sapi Pasundan subpopulasi Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya dan Garut (P>0,05). Adapun tingkat pendidikan peternak sapi Pasundan di Jawa Barat mayoritas berpendidikan tingkat dasar, namun demikian dalam pengetahuan dan partisipasi peternak dalam bidang pemuliaan termasuk kategori sedang. Oleh karena itu dalam melakukan upaya peningkatan mutu genetik sapi Pasundan  di Provinsi Jawa Barat pertimbangan sosial budaya peternak harus menjadi pertimbangan utama.  

Kata kunci: sapi Pasundan,  fenotipik, program pemuliaan

Note: GBM-4

Share:

UJI PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP KUALITAS UMBI BAWANG MERAH

Darkam Musaddad 
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517 Lembang, Bandung Barat 
40391
e-mail: darmusaddad@gmail.com

Abstrak. Dalam rangka melengkapi informasi karakter/ideotipe bawang merah yang diminati konsumen rumah tangga perlu dilakukan uji preferensi konsumen. Penelitian bertujuan mengetahui atribut mutu penting yang digunakan konsumen dalam memilih bawang merah dan mengetahui varietas bawang merah yang disukai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung Barat pada bulan April 2014. Penelitian menggunakan metoda observasi dan uji kesukaan terhadap 7 varietas bawang merah yang di tanam di Lahan Gambut, Palangka Raya Kalimantan Tengah. Uji observasi dilakukan dengan mengukur atribut mutu fisik umbi bawang merah di laboratorium meliputi diameter, berat/umbi, kadar air dan warna umbi. Sedangkan uji kesukaan dilakukan oleh 15 orang Panelis terhadap warna, ukuran dan penerimaan secara keseluruhan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang merah yang paling disukai dilihat dari berbagai atribut mutu adalah varietas Maja Cipanas kemudian diikuti oleh varietas Bima Brebes. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa atribut yang berhubungan erat dengan skor penerimaan adalah ukuran, berat dan warna. Semakin besar ukuran dan berat umbi semakin disukai. Sementara terkait atribut warna umbi, semakin merah keunguan semakin disukai. Implikasinya adalah konsumen rumah tangga memilih bawang yang ukuran/berat yang besar dengan warna merah keunguan yang pekat.

Kata kunci: Bawang merah, Preferensi konsumen, Atribut kualitas

Note: GBM-2
 
Share:

Jumat, 06 November 2020

PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP WARNA DAN TOKSISITAS AKUT TEPUNG TACCA (Tacca leontopataloides)

Miftakhussolikhah1,2, D. Ariani1 , C. Darsih1 , M. Angwar1 , Wardah3

1UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPPTK-LIPI)
Jl. Yogyakarta-Wonosari Km 31,5 Desa Gading, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, D.I.Y
Telpon (0274) 392570
2Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora 1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia
3Pusat Penelitian Biologi Cibinong
JL. Raya Jakarta - Bogor Km.46 Cibinong 16911 Bogor
Contact email: miftalipi@gmail.com

Abstrak - Tacca (Tacca leontopetaloides) merupakan umbi yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi namun belum banyak dipelajari potensinya. Umbi tacca dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan pangan melalui proses penepungan. Penepungan memerlukan penambahan natrium metabisulfit agar menghasilkan tepung yang putih. Tepung tacca dibuat dengan metode pengirisan (tepung tacca chips) dan pemarutan (tepung tacca kempa) kemudian ditambahkan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%; 0,4% dan 0,5% serta dianalisis residu sulfit dan karakteristik warnanya. Selanjutnya tepung dengan penggunaan konsentrasi natrium metabisulfit terpilih dianalisis toksisitasnya. Tepung tacca yang dibuat dengan cara kempa ataupun pengirisan dengan berbagai konsentrasi penambahan natrium metabisulfit mempunyai residu sulfit kurang dari 300 ppm. Untuk nilai L (kecerahan), tepung yang dibuat dengan cara kempa mempunyai nilai L yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung yang dibuat dengan cara pengirisan. Baik pada tepung tacca yang dibuat dengan cara kempa maupun pengirisan, nilai L meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi penambahan natrium metabisulfit. Namun peningkatan nilai L tidak signifikan pada penambahan Na2S2O5 0,1% ke 0,2% untuk cara kempa dan Na2S2O5 0,2% ke 0,3% untuk cara pengirisan. Penambahan konsentrasi natrium metabisulfit sebesar 0,1% untuk tepung tacca kempa dan 0,2% untuk tepung tacca chips menghasilkan tepung tacca warna putih dan residu sulfit dibawah batasan SNI.

Kata Kunci: tacca, tepung, sulfit, warna, HCN

BACA SELENGKAPNYA >>  DOWNLOAD
Share:

Jalawure Upaya Peningkatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Tumbuhan Lokal Guna Menunjang Program Kedaulatan dan Kemandirian Pangan di Garut Selatan- Kabupaten Garut

 Wardah¹, D. Ariani²

¹Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong Science Center , Jl Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, 16911 Telp: 6221-8765067; fax, 6221 – 8765059; 
Email: wardah_etnobio@yahoo.com,
² UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPPTK-LIPI) Jl. Yogyakarta-Wonosari Km 31,5 Desa Gading, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul.
 
Abstrak - Isu penurunan stok pangan bukan saja terjadi pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat global sebagai akibat dari perubahan iklim (climate changes), pada satu pihak menyebabkan kekeringan dan pada pihak lain menyebabkan kebanjiran serta hilangnya areal-areal pertanian yang terletak di tepi pantai. Perubahan iklim juga berpengaruh pada ketidak pastian pada musim tanam yang menyulitkan bagi petani. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan pangan dan gizi yang melanda sejumlah penduduk dunia termasuk Indonesia. Untuk mengatasi kondisi demikian pemerintah telah melakukan penguatan ketersediaan pangan nasional baik makanan pokok maupun alternatif seperti kebijakan tentang ‘ketahanan pangan nasional’ yang tidak mensyaratkan melakukan swasembada produksi pangan. Selanjutnya untuk lebih memberi peran utama kepada produsen lokal untuk menghasilkan pangan mandiri maka pemerintah membuat kebijakan baru yang disebut dengan ‘kedaulatan pangan’, yang memberi peran utama kepada masyarakat sebagai produsen lokal untuk menghasilkannya Penelitian dilakukan di desa Cigadog dan kp. Cicadas, Kecamatan Cikelet, Garut Selatan, masyarakatnya memanfaatkan tumbuhan liar” jalawure” (Tacca leontopetaloides) untuk mengatasi kesulitan pangan dengan mengolah umbinya menjadi sumber bahan pangan lokal menggantikan beras atau tepung terigu. Hasil analisis kandungan karbohidratnya cukup tinggi (83,07 %) dibanding tepung terigu (77,3%) dan singkong (78,3%). Masa panen umbinyaberkisar antara 8-9 bulan atau hampir sama masa panen singkong. Hasil panen per satu pohon jalawure dapat mencapai rata-rata 1-2kg dan bahkan bisa mencapai 3-5kg/pohon tergantung kegemburan tanah. Teknologi pengolahan dari umbi sampai menjadi tepung pati dilakukan dengan sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan pengolahan pati singkong. Pengembangannya dapat dilakukan dilahan-lahan pesisir, dibawah nanungan pandan, atau menjadi tanaman sela jagung. Rendemen hasil dari Umbi menjadi pati biasanya antara 30-35 % tergantung masa panennya. Pengembangan “jalawure” merupakan solusi alternatif guna mengatasi krisis ekonomi dan bahkan dapat meningkatkan pendapatan, karena tepung patinya dijual dengan kisaran harga saat ini Rp. 10.000 –Rp.15.000/kg. Harga ini disebabkan kebutuhan atas tepung pati lebih besar dari pada produk yang dihasilkan, hal ini disebabkan budidayanya belum secara meluas dilakukan.

Kata kunci: Jalawure (Tacca leontopetaloides), Potensi, Masyarakat lokal Garut Selatan

Baca Selengkapnya  >> DOWNLOAD

Share: